[Anjloknya Harga TBS Sawit, Petani Kian Terjepit]
[Anjloknya Harga TBS Sawit, Petani Kian Terjepit]
Ditulis Oleh: Ainun Istiharoh
- Aktivis Dakwah Musi Banyuasin
#MuslimahSriwijaya--Persoalan sawit dan turunannya hingga kini menuai kritik. Sebelumnya ramai dibicarakan soal harga minyak goreng yang melambung tinggi, hingga rakyat kesulitan membeli. Sekarang, petani sawit yang harus menerima kenyataan pahit. Betapa tidak, tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini sedang turun berkisar Rp1000/kg ke bawah. Hal ini terjadi setelah kebijakan pemerintah melarang ekspor CPO keluar negeri sejak April 2022 lalu (infosawit.com, 29/06).
Kebijakan ini masih berhubungan dengan harga minyak goreng yang belum juga turun. Pemerintah mengambil kebijakan pelarangan ekspor agar stok mencukupi kebutuhan dalam negeri dan harga bisa turun. Ternyata, kebutuhan CPO untuk minyak gorreng hanya 18 juta ton per tahun, sedangkan produksi CPO mencapai 46.88 juta ton per tahun (katadata.co.id, 18/5).
Karenanya, volume CPO mengalami surplus. Ini menjadi alasan pengusaha sawit membeli murah TBS petani, bahkan tidak mengambil TBS dari kebun petani swadaya. Tak ayal, banyak petani mengeluh kekurangan penghasilan dan berhenti panen sawit.
Dari sini tampak ada dua kekuatan yang melingkupi masyarakat, khususnya petani sawit, yaitu penguasa dan pengusaha. Posisi pengusaha memiliki kekuatan lebih dibanding penguasa. Pengusaha mampu mempertahankan dan mengatur harga minyak goreng meski sudah dibuat beberapa kebijakan yang ujungnya merugikan rakyat, khususnya petani sawit.
Seyogianya hal ini tidak terjadi dalam sebuah negara yang luas area produksi sawitnya mencapai 15.08 juta hektar. Sungguh miris. Kebijakan amburadul ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis yang melibatkan para kapital dalam mengatur ekonomi negara. Idealnya dalam hal ini negara mampu mengatur stok CPO dan segala bentuk turunannya. Bukan hanya memperhatikan stok minyak goreng, namun juga kesejahteraan petani dan lainnya.
Negara memiliki peran dalam mengatur stok CPO dan peruntukannya. Negara memiliki kedaulatan dalam mengatur kepemilikan lahan sawit agar tidak dikuasai swasta dan asing. Negara memiliki nilai tawar tinggi dalam membuat kebijakan. Kebijakan yang adil, memihak rakyat, dan menihilkan penguasaan asing hanya ada jika negara menerapkan aturan dari Sang Mahaadil, yaitu dengan penerapan Islam kaffah. Dengan demikian akan tercipta petani sawit yang sejahtera, rakyat pun tidak terzalimi.
Palembang, 11 Juli 2022
Komentar
Posting Komentar