Pernah Hidup Nomaden (Berpindah-Pindah Tempat)?
Ini secuil kisah perjalanan hidup saya.
Melihat pesona ragam keindahan ciptaan Allah termasuk salah satu keinginan saya sejak dulu. Pernah, bahkan sering, saat masih sekolah saya mengikuti kegiatan kemah dari gunung ke gunung, hutan ke hutan, dan dari pantai ke pantai. Menurut saya, melihat alam bebas membuat saya semakin yakin akan kebesaran Allah, bahwa didunia ini, ada banyak makhluk Allah yang tercipta dengan ragam corak kehidupannya masing-masing. Burung yang terbang, memiliki ragam kehidupan yang berbeda dengan hewan yang lain. Manusiapun demikian, beragam budaya, aktivitas, juga setiap kepala memiliki 'isi' yang berbeda. Itu yang saya fikirkan dahulu. Sekedar menikmati perbedaan sesuatu yang nampak. Manusia dan alam semesta.
Seiring berjalannya waktu, saya diizinkan Allah untuk menuntut ilmu di tanah orang, yaitu kota hujan-Bogor Jawa Barat. Itulah kali pertama saya merasakan hijrah yang sebenarnya, disamping hijrah dari tempat lahir saya di Probolinggo Jawa Timur. Disana saya ditempa menjadi individu yang mampu mengenal siapa pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Hingga akupun tahu jawaban atas tiga pertanyaan mendasar. Dari mana kita berasal, untuk apa kita diciptakan, dan akan kemana kita setelah di dunia ini?!. Sampai disini mungkin cerita ini hampir sama dengan kebanyakan orang.
Hampir tujuh tahun berlalu di lingkungan akademisi, saya tidak menyangka akan menjalani proses hijrah berikutnya, yaitu berpindah tempat dari Bogor ke Sanggau Kalimantan Barat, setelah menyandang status sebagai istri. Lingkungan yang sama sekali berbeda (akademisi-masyarakat) ini membuat saya bingung harus melakukan aktivitas apa. Jujur, butuh waktu bagi saya untuk menyesuaikan diri dengan orang baru dan lingkungan baru. Disini lah tantangan pertama yang saya rasakan dalam amar ma'ruf nahiy mungkar kepada masyarakat.
Satu tahun berikutnya, atas izin Allah kami sekeluarga berpindah tempat lagi ke Seruyan Kalimantan Tengah. Seperti sebelumnya, saya diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan orang dan lingkungan baru. Tentu dengan persiapan ekstra, saya memastikan diri untuk tidak jet lag dan memastikan proses mengkaji islam tetap berjalan. Disini tantangan yang saya hadapi diluar dugaan, lokasi tempat kami tinggal cukup jauh dengan tempat saya mengkaji islam, sehingga tantangan kami adalah jarak. Kami seolah terisolasi ditengah perkebunan sawit yang jauh dari hiruk pikuk kota. Perjalanan penuh kepayahan pun kami lalui selama 3.5 tahun. Namun, semua harus dijalani sebagai bentuk kewajiban seorang muslim. Menuntut ilmu islam.
Rupanya, perjalanan hidup kami dihadapkan dengan proses hijrah berikutnya. Yaitu ketika kami berpindah tempat dari Kalimantan Tengah ke Siak Riau. Penuh harapan kami, akan kondisi yang lebih baik di tanah Rantau. Baik dari segi lingkungan, masyarakat, dan akses menuju majelis ilmu. Alhamdulillah semua itu kami dapatkan. Senang rasanya ketika kita dengan mudah datang ke majelis ilmu dan mudah untuk bertemu dengan teman-teman yang sholih sholihah. Namun, kami tidak bersenang ria, karena bisa jadi kami akan pindah tempat lagi, cepat atau lambat. Entah kemana, bertemu dengan siapa, bagaimana Medan dakwahnya, itu semua belum bisa kami pastikan.
Sampai tulisan ini dibuat, kami menunggu kepastian kabar apakah benar kami akan segera pindah dari Siak Riau ke Sekayu Palembang. Apapun keputusannya, kami menganggap itu semua adalah kesempatan. Kesempatan untuk memulai semuanya dari awal, kesempatan mempersiapkan diri dengan lebih baik ditengah-tengah masyarakat. Kesempatan untuk meningkatkan kapasitas diri dimanapun berada. Kesempatan menjalin ukhuwah dengan saudara sesama muslim dimanapun berada. Kesempatan untuk Menebarkan kebaikan dimanapun berada. Kesempatan mengukir jejak karya dimanapun berada. Serta kesempatan untuk memahami Medan dakwah berbagai wilayah.
Hikmah dibalik kehidupan kami yang berpindah ini adalah, bukan sekedar menikmati ciptaan Allah yang nampak (manusia dan alam semesta), tapi juga mengajarkan kami untuk tidak terlena dengan kehidupan yang kami jalani didunia ini, dan senantiasa menyiapkan diri menyambut hari ketika kami akan pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Cepat atau lambat. Ke tempat yang lebih baik atau tidak.
Bukankah sejatinya, kita semua, makhluk yang hidup di dunia ini juga senantiasa menanti, kapan waktunya kita berpindah tempat? Dari kehidupan di dunia menuju kehidupan akhirat.
Perpindahan tempat ini adalah konsekuensi dari pilihan kami terhadap pilihan, yang mana belum ada pilihan lain yang sesuai untuk keluarga kami. Kami berharap, jika tiba saatnya nanti harus berdiam diri di suatu tempat. Tempat itu adalah yang terbaik untuk beramal sholih di kehidupan dunia sehingga mendukung kehidupan akhirat kami. Wallahu a'lam
#PR4kelasbasic
#revowriter25
#kelasmenulisonline
Komentar
Posting Komentar