Surat terbuka untuk suami vs Surat terbuka untuk istri.
Bermula dari dua judul buku itu, kami_saya dan suami memulai obrolan tadi malam. Ibarat refleksi pernikahan setelah mengarungi kehidupan rumah tangga selama dua tahun, momen tadi malam sangat berharga.
Inti obrolan diantara kami diambil dari kegalauan saya sebagai seorang istri. Hidup bersama ditengah kebun sawit yang jauh dengan hiruk pikuk keramaian kota membuat saya akhirnya mengeluh. Hal ini dikarenakan, saya yang sebelum menikah sangat aktif dan produktif dikancah publik terlebih pendidikan S2 yang sudah saya tempuh, membuat saya merasa tidak produktif lagi saat ini.
Suami saya dengan cara berfikirnya yang tenang dan logis selalu mengajak saya untuk berfikir makna dan tujuan hidup sebenarnya. Keinginan saya untuk menambah kesibukan diranah publik, akhirnya diluruskan kembali oleh suami saya bahwa yang harusnya saya fikirkan adalah mendalami peran saya sebagai ibu dan istri.
Keinginan saya untuk menambah ilmu dan mengasah ilmu, akhirnya suami saya menawarkan solusi untuk belajar bersama terkait ilmu yang saya ingin dalami.
Rasa futur dan malas/ tidak semangat yang Za melanda, akhirnya suami mengajak saya untuk mencari majelis2 taklim.
Kesimpulannya, kegalauan yang saya rasa menumpuk akhir2 ini berawal dari keringnya siraman rohani yang biasa saya dapat di majelis2 taklim dikota dulu semasa belum menikah. Ketika saya ditawarkan untuk mengikuti majelis taklim, saya merasa semangat untuk terus bergerak itu muncul kembali.
Akhirnya, dari sini kami menyadari bahwa tugas suami itu sangat berat yaitu harus memastikan ruhiyah sang istri dan semaksimal mungkin berupaya membimbing istri. Dan tugas Istri pun sangat berat, bagaimana menekan keinginan aktivitas diranah publik ke arah memaksimalkan diri menjadi seorang istri dan ibu.
#harike1
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar